Adi Cahaya

Belajar Bahasa dan Sastra

LightBlog

Breaking

Friday, 2 March 2018

Contoh Naskah Drama Sederhana


DIAM MATI PERLAHAN,
ATAU BERGERAK MENGHADAPI KEMATIAN UNTUK HIDUP

karya: Usa Adicahya (2017)


Di sebuah rumah dengan tekstur bangunan kuno terjadi perdebatan antara orang yang mau merdeka dan orang yang merasa sudah merdeka. mereka merencanakan bagaimana caranya mereka agar terlepas dari cengkrama penguasa tanah air mereka. agar mereka jadi pemain dalam panggung mereka bukan jadi penonton yang dipaksa untuk ketawa, dipaksa untuk memberi tanggapan bagus atas lakon mereka yang padahal hati mereka teriris perih dan ingin cepat mengeluarkan orang asing itu dan diisi oleh mereka sendiri pemilik panggung tanah air ini.

Pak kiayi :
“Selama ini, selama puluhan tahun bahkan ratusan tahun kita jadi tamu di di tanah sendiri, kita jadi penonton di acara kita sendiri, lakon kita di ambil alih oleh orang lain. Kita harus bergerak, kita tidak boleh mari kutu menyaksikan gelagak tawa para lakon itu dan kita terpaksa ikut tawa padahal hati kita menangis, kita harus dan akan maju berjalan sampai kaki berdarah, sampai keringat tak lagi menetes. Allah hu Akbar…………!!!”
“Allahu Akhbar……………!!!”, serentak semua orang mengucapkannya.
Herman:
“Betul kata pak kiyai, kita harus bertindak secepatnya. Tapi kita akan main cantik, jangan sampai mata mereka sampai mendahului kita”.
Ahari :
“Sabar, sabarlah dulu pak kiyai, bapa-bapa. Kita tidak berlu cape – cape bertindak secepat ini yang hanya akan menumpahkan darah atau mati satu per satu. Lihatlah mereka mulai baik terhadap kita, kita tinggal turuti kemauan mereka, maka merekapun akan turuti kemauan kita”.

Herman :
“Itu karna kamu bekerja dengan mereka!”
Herman membentak Ahari  sambil menunjukanya. Semua orang yang hadir seketika diam. Keadaan hening

Herman:
“Itu karna kamu digaji sama mereka, Semetara masih banya orang-orang disekitar kita yang nangis kelaparan, Tak pernahkah kau memikirkan Saudara kita, sekeliling kita. Kau hanya memetingkan dirimu  sendiri !!!”

Ahari :
“Bukankah kau juga bekerja untukmereka?”
Ahari menjawab dengan nada rendah.

Herman :
“Ya, memang. Memang betul saya bekerja untuk Mereka, tapi itu dulu. Setelah aku masuk sel tahanan karena membantu paman Chun ketika aku bebas aku pulang aku tidak lagi mau berlama-lama mengikuti aliran sungai yang justru menghanyutkan saudaraku menghanyutkan kita semua. Aku bekerja untuk mereka bukan untuk hidup enak, bukan untuk uang. Tapi aku bekerja agar aku bisa mempelajari apa yang mereka lakukan apa yang mereka pelajari”.
Tegas herman.

Ahari :
“Itu hanya alas an kamu saja kan? Kau sebenarnya betah bukan bergabung dengan mereka. Makan enak tidur nyenyak, kau jangan bohong Herman”.
Ahari nyeleneh dengan memasang muka jutek dan tidak enak bila dipandang

Herman :
“Kau yang pembohong..! kau penghianat..! kau lebih memilih untuk ikut orang asing daripada saudaramu sendiri. dimana hatimu…!”
Herman menjawab dengan nada tinggi, emosinya mulai naik

Pak kiyai :
“Sudah, sudah, sudah, stop. Pertengkaran kalian hanya akan membuan suasana semakin gaduh saja. Untuk saat ini ga penting siapa kita, tidak penting posisi kita. Karena yang terpenting bagaimana caranya membentuk rasa kesatuan dan rasa persaudaraan. Jangan sampe kita justru terpecah belah”.
Pak kiyai mencoba menenangkan perdebatan Herman dan Ahari.

Herman :
“Iya pak kiyai. Tapi orang macam dia yang akan memecah kita. Dia penghianat atas saudaranya sendiri, dia minum dan makan darah kita”.

Pak kiyai :
“Ahari… sebaiknya kau berpikir sebelum bicara, sebelum bertindak. Ini tanah air kita, apa kau tidak pernah berpikir bahwa selama ini kita telah diperbudak, kita membajak sawah bagai disawah milik kita yang hasilnya bukan untuk kita nikmati. Apa kau tidak membuka matamu kita bagai hewan yang bekerja tapi hanya dikasih rumput”.

Ahari :
“Tapi pak kiyai. Perlawanan kita hanya akan sia-sia, kita tidak punya kekuatan”.
Ahari seolah tidak peduli dengan nasihat pak kiyai, justru menyangkalnya.

Pak kiyai :
“Itu artinya kau menyerah sebelum berperang. Kita memang tidak punya kekuatan tapi apa kau mau kita selamanya ditindas. Kekuatan kita adalah persatuan batin dan rasa senasib, kita kuat jika kita mau, kita kuat jika kita satu misi. Kau berpikir terlalu dangkal”.
Tegas pak kiyai dengan serius, tapi tetap tenang.

Herman :
“Sebaiknya kau pergi dari sini Ahari…!”
Amarah herman kian menjadi jadi kepada ahari, tapi ahari tetap seperti orang yang tuli.
Dia tidak mendengar semua nasihat pak kiyai

Ahari :
“Apa hakmu mengusir saya, kamu siapa disini?”
Mendengar perkataan itu Herman sangat kesal dan marah, tapi dia tetap sabar menahan emosinya, padahal rasanya ingin menghajarnya sampai habis.

Herman :
“Kau bener-bener sudah gila Ahari. Apa maumu?”

Ahari :
“Kau tanya apa mauku, itu pertanyaan bagus Herman. Ya jelas aku mau hidup enak, hidup lebih layak. Tidak seperti kalian yang berpikiran bodoh justru akan merugikan kita semua”.
Dengan santainya ahari menjawab

Pak kiyai :
“Masya Allah, Ahari kau ini bicara apa? Hah.! Justru kau yang bodoh, kau tidak sadar kalau kau sedang diperbodoh. Kita bertindak bukan untuk mengorbankan anggota diantara kita, justru kita berusaha menyelamatkan semua masyarakat kita”.
Herman :
“Pak kiyai betul, sebaiknya kau pergi..!”
Akhirnya emosi herman memuncak dan sejurus kemudian Herman menyerang Ahari sambil berkata “Bajingan kau, pergi kau dan jangan pernah kembali”
Seketika itu pula Ahari ketakutan melihat aksi herman dan Ahari pun terbirit-birit pergi.

Herman :
“Kalau saja Ahari tidak pergi sudah kuhabisi dia”
“Tenanglah Herman, sabar jangan hiraukan dia, masih banyak persoalan yang mesti kita rundingkan”. Kata salah seorang pria setengah baya yang tadinya duduk dekat Ahari.
Herman duduk kembali disamping pak kiyai, dan meneruskan perbincangan mereka

Herman :
“Pak kiyai, saya takut Ahari membocorkan rencana kita. Seperti yang kita ketahui sifatnya seperti apa”
Mengingat Ahari, Herman cemas jika Ahari akan laporan kepada mereka atasannya.

Pak kiyai :
“Mudah-mudahan tidak, kita berdoa saja. Kalaupun iya suatu saat dia sendiri yang akan menanggung akibatnya”

BERSAMBUNG……………………………………….

No comments:

Post a Comment