MAKALAH
Perkembangan prosa fiksi dan Ekspresi prosa fiksi ( lisan dan tulisan)
Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Apresiasi prosa Indonesia
Di susun oleh :1.
2.
Program Studi DIKSASTRASIADA Universitas Mathla’ul Anwar
Banten
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah menciptakan manusia dengan sempurna.Sholawat dan salam semoga senan tiasa di limpahkan kepada Nabi Muhamad SAW,beserta keluarganya,sahabatnya,tabi’innya,dan seluruh umatnya yang istiqomah mengikuti tuntunan dan teladannya sampai akhir zaman. Atas berkat rahmat Allah SWT,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul“Perkembangan prosa fiksi dan Ekspresi prosa fiksi (lisan dan tulisan)”
Kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari beberapa pihak. Maka pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:
Ibu Dede yunengsih.S,Pd.Selaku Dosen mata kuliah Apresiasi prosa Indonesia,yang telah memberikan masukan dalam penyusunan makalah ini.
Kedua orang tua kami,serta semua pihak yang telah memberikan semangat,ide,dan bantuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami penulis dan bagi pembaca pada umumnya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………………………………....i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………………………………….1
Larat Belakang………………………………………………………………………………………………………………………..1
Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………………………………. 1
Tujuan Penulisan…………………………………………………………………………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………………………………………………. 2
Sejarah Prosa Fiksi………………………………………………………………………………………………………………… 2
Perkembangan Prosa Fiksi…………………………………………………………………………………………………….. 2
Ciri-ciri Prosa Fiksi…………………………………………………………………………………………………………………. 3
Unsur-unsur Prosa Fiksi………………………………………………………………………………………………………….4
BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………………………………………………………..9
Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………………………………….9
BAB IV Ekspresi Prosa Fiksi (lisan dan tulisan)……………………………….…………………………………………………………………………………………………………….10
Latar Belakang………………………………………………………………………………………………………………………10
Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………………………………10
Tujuan Penulisan…………………………………………………………………………………………………………………..10
BAB V Pembahasan I………………………………………………………………………………………………………………………..11
Pengertian Kemampuan Keterampilan bersastra produktif…………………………….…………………....11
Jenis Kemampuan Bersastra Produktif Lisan dan Tulis………………………………………………………….12
BAB VI PEMBAHASAN II……………………………………………………………………………………………………………………15
Mengembangkan Kemampuan Bersastra Produktif Lisan dan Tulisn…………………………………….15
Manpaat Pengembangan Kemampuan Bersastra Produktif Lisan dan Produktif Tulis…………..17
Aktivitas Pengembangan Kemampuan Bersastra Produktif Lisan dan Tulis……………………………20
BAB VII PENUTUP…………………………………………………………………………………………………………………………….22
KESIMPULAN………………………………………………………………………………………………………………………..22
SARAN………………………………………………………………………………………………………………………………… 23
DAFTAR FUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………………………..24
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,pikiran,perasaan,gagasan,semangat,keyakinan,dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat-alat bahasa.(sumarno dan saini 1991:3)
Sehingga manusia menggunakan suatu karya sastra sebagai sarana untuk mengungkapkan
Suatu gagasan ,pikiran,perasaan,dan sebagainya.Sehingga karya sastra sangat bermanfaat bagi manusia.Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang mampu meningkatkan kesan yang mendalam bagi pembaca.Sehingga pembaca dapat terbawa suasana cerita atau isi dari karya itu,dan mendapatkan kepuasan tersendiri.
Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah prosa piksi ?
Bagaimana perkembangan prosa fiksi ?
Apa ciri-ciri prosa fiksi ?
Apa saja unsur-unsur yang terdapat dalam prosa fiksi ?
Tujuan Penulian
Untuk mengetahui sejarah prosa fiksi
Untuk mengetahui perkembangan prosa fiksi
Mengetahui ciri-ciri prosa fiksi
Mengetahui unsur-unsur yang terdapat dalam prosa fiksi
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Prosa Fiksi
Nusantara adalah wilayah yang kekayaan karya prosanya sangat luar bias. Karya-karya prosa itu terbentang mulai dari karya prosa lama hingga prosa modern. Dari khasanah prosa lama kita mengenal cerita-cerita rakyat seperti: mite,legenda,fabele,hikayat dan lain-lain. Prosa lama yang wujudnya berupa cerita rakyat ,atau juga dikenal dengan istilah folklor seperti diuraikan di atas,pada awalnya merupakan sastra lisan.Keberadaan cerita rakyat ini sangat menyatu dengan dengan kegiatan kehidupan masyarakat sehari-hari. Cerita rakyat itu biasa menjadi pengantar tidur bagi anak-anak dengan didongengkan oleh orangtuanya. Atau,diceritakan oleh masyarakat dari mulut kemulut.
Perkembangan Prosa fiksi
Prosa modern Indonesia berbeda dengan prosa lama. Apa yang disebut dengan prosa modern,seperti cerita pendek,novel,roman,novelette,merupakan pengaruh dari tradisi sastra barat.Pengaruh itu hadir di Indonesia seiring dengan datangnya para penjajah barat ke Indonesia. Prosa Indonesia modern dari mulai lahirnya hingga perkembangannya sekarang memiliki kekhasan-kekhasa,baik dalam bentuk maupun isinya. Kekhasan-kekhasan tersebut ternyata menandai cirri setiap kurun waktu (periode). Dari kesamaan cirri-ciri itu akhirnya dapat di runtut periodisasi karya-karya prosa Indonesia. Rachmat Djoko Prodopo (1995:18).
Berdasarkan ciri-ciri yang di sebut diatas,merumuskan periodisasi tersebut yaitu sebagai berikut:
Periode Balai Pustaka (20-30-an)
Angkatan Balai Pustaka ini lahir tahun 1920, menguat tahun 1925-1935, dan melemah tahun 1940.Jenis prosa periode tahun ini terutama roman. Roman-roman masa ini kebanyakan mengangkat permasalahan-permasalahan adat, gap antara antara kaum tua dengan kaum muda,dan bersifat kedaerahan.
Periode Pujangga Baru
Angkatan ini mulai muncul pada tahun 1930,menguat pada tahun1933-1940, dan melemah pada tahun 1945. Prosa yang ditulis pada periode ini masih didominasi roman, meskipun cerita pendek pun ada. Corak prosa masa ini beraliran romantic. Masalah yang diangkat bersangkut paut dengan kehidupan masyarakat kota, masalah individu manusia,nasionalisme, dan bersifat didaksis.
Periode 1945
Angkatan ini lahir tahun 1940,menguat tahun 1943-1953,dan melemah tahun 1955-an.Pada periode ini, karya prosa berbentuk cerita pendek (cerpen) mulai meluas. Prosa periode ini cenderunmg realistis,sinis,dan ironis terhadap keadaan diatas. Masalah-masalah yang diangkat kebanyakan masalah-masalah kemasyarakatan,seperti kemiskinan,pelanggaran hak asasi manusia,ketidak adilan dan lain-lain.
Perode Angkatan 50
Angkatan ini mulai lahir tahun 1950,menguat tahun 1955-19965,dan melemah tahun 1970. Pda masa ini Indonesia menganut sistem demokrasi parlementer liberal yang menyebabkan banyaknya partai di Indonesia. Situasi social,politik, ekonomi Negara seperti digambarkan diatas berpengaruh terhadap satra karena banyak sastrawan yang masuk dalam lembaga-lembaga kebudayaan tersebut.Akhirnya karya sastra pun mengusung dan mensosialisasikan ideologi partai yang dimasukinya tersebut. Disamping itu, banyak juga satrawan yang “merdeka” dan lebih menganut prinsip menulis untuk kemanusiaan, bukan untuk partai tertentu. Hal ini menyebabkan corak sastra, termasuk juga prosa,beragam. Secara esteti, meneruskan konvensi angkatan 45. Yang berbeda adalah masalah yang dikemukakannya. Prosa masa ini banyak mengangkat masalah pertentangan politik, kehidupan masyarakat sehari-hari, juga kehidupan pedesaan. Selain itu, protes terhadap kebijakan pemerintah Orde lama pun banyak mewarnai karya-karya angkatan ini.
Periode Angkatan 70
Angkatan ini sudah mulai muncul tahun 1960-an namun mualai menguat pada tahun 70-an,dan melemah sekitar tahun 1980-an. Masa transisi dari pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru, dan arus kebudayaan Barat yang menghantam secara kuat, membuat situasi masyarakat tahun-tahu ini, terutama secara moral dan spiritual cukup bergejolak. Hal ini berpengaruh pula pada penciptaan karya sastra. Konvensi karya sastra yang ada selama ini dianggap tidak mampu lagi menyuarakan suara zaman 1970-an yang gemuruh. Oleh karena itu, pada masa ini banyak muncul 17 eksperimentasi dan inovasi,termasuk dalam bidang prosa. Prosa-prosa beraliran surealisme banyak muncul pada masa ini. Selain itu, pengaru filsafat eksistensialisme yang semakin kuat menyebabkan banyak karya prosa yang bertema absurdisme. Muncul pula karya-karya prosa bertema sufistik.
Ciri-Ciri Prosa Fiksi
Bersifat fiksi atau rekaan
Menyerupai kenyataan
Bentuk karangangan biasanya nasari
Memiliki tokoh, peristiwa, latar, alur, dan pesan atau ajaran
Memiliki fungsi menghibur, kejiwaan, dan menyampaikan nilai-nilai kebenaran.
Unsur-unsur Prosa Fiksi
Untuk dapat mengapresiasi karya prosa dengan baik, diperlukan pengetahuan dan pemahaman tentang unsure-unsur pembangunan karya prosa. Seperti jenis-jenis karya sastra lainnya, prosa fiksi, baik itu cerpen, novelette, maupun novel/roman dibangun oleh unsure-unsur ekstrinsik dan intrinsik.
Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsure yang berada diluar teks,namun secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi penciptaan karya itu. Unsur yang dimaksud di antaranya biografi pengarang,situasi dan kondisi social, sejara, dan lain-lain. Unsur-unsur ini mempengaruhi karena pada dasarnya pengarang menciptakan karya sastra berdasarkan pengalamanya. Pengetahuan seorang pembaca terhadap unsure-unsur ekstrinsik akan membantu pembaca memahami karya itu.
Unsur Intrinsik
Tema
Tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra , atau sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, dan menjadi poko masalah dalam cerita.
Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui karyanya. Amanat dapat disampaikan implicit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tinghkah laku atau peristiwa yang terjadi pada tokoh menjelang cerita berakhir, dan dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu dengan menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, atau larangan yang berhubungan dengan gagasan utama cerita.
Tokoh
Tokoh adalah individu ciptaan/rekaanpengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya berwujud manusia, namun dapat pula berwujud binatang atau benda yang di insankan. Tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawaan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami peristiwa dalam cerita. Tokoh sentral dibedakan menjadi dua, yaitu:
Tokoh sentral protagonist, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau menyampaikan nilai-nilai positif.
Tokoh sentral antagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan yang bertentangan dengan protagonis atau menyampaikan nilai-nilai negatif.
Adapun tokoh bawaan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral.Tokoh bawaan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
Tokoh andalan, tokoh andalan adalah tokoh bawaan yang menjadi kepercayaan tokoh sentral (baik protagonist ataupun antagonis).
Tokoh tambahan, tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam peristiwa cerita.
Tokoh lataran, tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar cerita saja.
Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Ada dua metode penyajian watak tokoh, yaitu:
Metode dramatic/tak langsung/ragaan, yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang.Dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh. Menurut Jakob sumardjo dan Saini KM,ada lima cara menyajikan watak tokoh, yaitu:
Melalui apa yang diperbuatnya, tindakan-tindakannya, terutama bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
Melalui ucapan-ucapannya, dari ucapanya kita dapat mengetahui apakah tokoh tersebut orang tua, orang berpendidikan, wanita atau pria, kasar atu halus.
Melalui penggambaran fisik tokoh.
Melalui pikiran-pikirannya.
Melalui penerangannya langsung.
Alur atu (Plot)
Alur adalah urutan atau rangkaian peristiwa dalam cerita. Alur dapat disusun berdasarkan tiga hal, yaitu:
Berdasarkan urutan waktu terjadinya (kronologi). Alur yang demikian disebut alur linear.
Berdasarkan hubungan sebab akibat (kausal). Alur yang demikian disebut alur kausal.
Berdasarkan tema cerita , alur yang demikian disebut alur tematik,setiap peristiwa seolah-olah berdiri sendiri. Kalau salah satu episode dihilangkan cerita tersebut masih biasa dipahami. Dalam pembangunan alur, ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan agar alur menjadi dinamis. Faktor-faktor tersebut adalah:
Faktor keboleh jadian, maksudnya peristiwa-peristiwa cerita sebaliknya tidak selalu realistic tetapi masuk akal.
Faktor kejutan, maksudnya peristiwa-peristiwa sebaliknya tidak dapat secara langsung ditebak/ dikenali oleh pembaca.
Faktor kebetulan, yaitu peristiwa-peristiwa tidak diduga terjadi, secara kebetulan terjadi. Kombinasi atau variasi ketiga factor tersebutlah yang menyebabkan alur menjadi dinamis. Adapun hal yang harus dihidari dalam alur adalah lanturan (digresi). Lanturan adalah peristiwa atau episode yang tidak berhubungan dengan inti cerita atau menyimpang dari pokok persoalan yang sedang dihadapi dalam cerita.
Latar (setting)
Latar adlah segala keterangan, petujuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dapat dibedakan kedalam tiga unsure pokok, yaitu:
Latar tempat, mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Latar waktu, berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dal sebuah karya fiksi.
Latar sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan prilaku sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar social bias mencakup kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta setatus social.
Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang dan menghadirkan tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu.Dalam hal ini, ada dua macam sudut pandang yang bias dipakai, yitu:
Sudut pandang orang pertama (first person point of view), Sudut pandang orang pertama masih bias dibedakan menjadi dua, yaitu:
‘Aku’ tokoh utama. Dalam sudut pandang tehnik ini, si ‘aku’ mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniyah, dalam diri sendiri, maupun fisik, dan hubungannya dengan sesuatu yang diluar dirinya. SI ‘aku’ menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Sesuatu yang ada diluar diri si ‘aku’, peristiwa,tindakan, dan orang, diceritakan hanya apa bila berhubungan dengan dirinya, disamping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan di ceritakan. Dalam cerita yang demikian, si ‘aku’ menjadi tokoh utama (first person central).
‘Aku’ tokoh tambahan, dalam sudut pandang ini,tokoh ‘aku’muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first personal peripheral). Tokoh ‘aku’ hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian “dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiriitulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ‘aku’tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah.Dengan demikian si ‘aku’ hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain, Si ‘aku’ pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
Sudut pandang orang ketiga (third person point of view).
Sudut pandang ‘dia’ dapat dibedakan kedalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterkaitan pengarang terhadap bahan ceritanya:
‘Dia’ mahatau. Da hal-hal alam sudut pandang ini, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyakut tokoh ‘dia’ tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita,. Berpindah-pindah dari tokoh ‘dia’ yang satu ke ‘dia’ yang lain, menceritakan atau sebaliknya “menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.
‘Dia’ terbatas (‘dia’ sebagai pengamat). Dalam sudut pandang ini, pengarang mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas hak berceritanya, terbatas pengetahuannya (hanyamenceritakan apa yang dilihatnya saja).
Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah tehnik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah. Pengolahan bahasa harus didukung oleh diksi (pemilihan kata) yang tepat. Namun, diksi bukanlah satu-satunya hal yang membentuk gaya bahasa.
Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungasn erat dengan selera pribadinya dan kepekaanya terhadap segala sesuatu yang ada disekitarnya.
Gaya bahasa dapat menciptakan suasana yang berbeda-beda:bberterus terang, satiris, simpatik,menjengkelkan, emosional, dan sebagainya. Bahasa dapat menciptakan suasana yang tepat bagi adegan seram, adegan cinta, adegan peperangan dan lain-laian.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Prosa lama yang wujudnya berupa cerita rakyat atau yang dikenal dengan istilah folklor seperti diuraikan di atas, pada awalnya merupakan sastra lisan
Prosa Indonesia modern dari mulai lahirnya hingga perkembangannya sekarang memiliki kekhasan-kekhasan, baik dalam bentuk maupun isinya.
Prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang di emban oleh pelaku-pelakutertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita.
Prosa-fiksi, baik itu cerpe, novelette, maupun novel/romandibangun oleh unsure-unsur ekstrinsik dan intrinsik.
BAB IV
EKSPRESI PROSA FIKSI (LISAN DAN TULISAN)
Latar Belakang Masalah
Upaya pemahaman unsur-unsur dalam bacaan dan tulisan sastra tidak dapat dilepaskan dari masalah membaca. Sebab itu sebelum melakukan kegiatan apresiasi dalam rangka usaha memahami unsur-unsur intrinsik dalam sastra, masalah membaca dan menulis sedikit banyak harus dipahami oleh para calon apresiator. Menyadari kenyataan itu, dalam makalh ini sebelum membaca mempelajari paparan yang bersifat teoretis yang dipungsikan sebagai kerangka analisis, terlebih dahulu diperkenalkan pada sejumlah masalah yang berkaitan dengan sastra produktif lisan dan tulis.
Rumusan Masalah
Apa itu pengertian dari kemampuan bersastra produktif lisan dan tulis?
Apa saja jenis kemampuan bersastra produktif lisan dan tulis?
Bagaimana cara mengembangkan kemampuan bersastra produktif lisan dan tulis?
Apa manfaan pengembangan kemampuan bersastra produktif lisan dan tulis?
Apa saja yang termasuk dalam aktivitas pengembangan kemampuan bersastra produktif lisan dan tulis?
Tujuan Penulisan
Untuk dapat mengerti apa itu kemampuan bersastra bersastra produktif lisan dan tulis.
Untuk dapat mengerti jenis kemampuan bersastra produktif lisan dan tulis.
Untuk mengetahui bagaimana cara mengembangkan kemampuan bersastra lisan dan tulis.
Untuk dapat mengetahui apa saja manfaat pengembangan kemampuan bersastra produktif lisan dan tulis.
Untuk mengetahui apa saja yang termasuk dalam aktivitas pengembangan kemampuan berserta produktif lisan dan tulis.
BAB V
PEMBAHASAN I
Pengertian Kemampuan Bersastra Produktif
Kemampuan bersastra produktif adalah kemampuan untuk menghasilkansuatu jenis karya sastra yang ditunjukan untuk menyampaikan hasil pikiran, ide-ide, dan penalarannya kepada orang lain. Kemampuan bersastra produktif dibagi menjadi dyaitu: kemampuan bersastra produktif lisan (berbicara) dan kemampuan bersastra produktif tulis (menulis).
Kemampuan bersastra produktif lisan
Pengertian kemampuan bersastra produktif lisan Sastra lisan merupakan karya sastra yang dapat kita temukan dalam masyarakat. Sastra lisan merupakan karya sastra yang beredar di masyarakat atu diwariskan secara turun-temurun dalam bentuk lisan. Dalam hal ini, sastra lisan dapat disebut sebagai folklore. Folklor merupakan sebuah komunitas masyarakat tertentu yang memiliki cirri-ciri dan budaya yang sama. Sedangkan lore merupakan sebagian kebudayaan masyarakat yang disampaikan secara turu-menurun dalam bentuk lisan. Jadi, folklore atau sastra lisan adalah suatu kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat tertentu yang diperoleh secara turun-temurun dari mulut kemulut secara lisan. Sastra lisan yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu, umumnya akan berbeda dengan yang lain. Bahkan dalam daerah yang bersangkutan terdapat kemungkinan tentang adanya versi. Hal ini tidak menjadi persoalan karena cirri khas dari sebuah karya sastra lisan adalah dengan adanya versi. Namun, hal yang menjadi perhatian kita adalah tentang keberadaan sastra lisan yang ada didaerah kita.Memang banyak peneliti yang telah mengkaji sastra lisan yang ada di Indonesia, tetapi masih banyak juga sastra lisan yang terlewatkan oleh peneliti.
Sastra lisan merupakan warisan budaya yang kita miliki. Sudah seharusnya kita sebagai bagian dari masyarakat untuk melestarikannya agar jangan sampai semua itu luntur. Sastra lisan merupakan kajian yang menarik jika kita mampu menelusuri lebih dalam tentang sebuah sastra lisan. Banyak hal yang terkandung dalam sebuah sastra lisan, tidak hanya mencakup makna simbolik, fungsi, serta nilai tetapi juga dapat kita kaji aspek strukturnya sebagaimana struktur dalam sebuah karya sastra. Seperti halnya dengan sebuah karya sastra, sastra lisan dapat ditafsirkan sebagai langkah untuk memperoleh pesan, makna, dan pungsi.
Kemampuan bersastra lisan merupakan kegiatan membaca sastra lebih expresif. Sehingga seseorang tersebut harus menguasai aspek dasar berbahasa. Dalam hal ini, seseorang harus berkreasi untuk dapat mengkreasikan teks. Sehigga apa yang mulanya berbentuk tulisan (teks) dapat “dihidupkan” dalam bentuk lisan dengan segala bentuk muatan emosi dan karakter. Selain itu bersastra produktif lisan adalah suatu aktifitas dimana seseorang mampu membaca dengan target menghidupkan teks dengan muatan emosi dan karakter lebih berkenaan dengan muatan emosi dan karakter lebih berkenaan dengan aktivitas kreatif (berkesenian).
Kemampuan bersastra produktif tulis
Sastra produktif tulis adalah sastra yang menggunakan tulisan atau literal. Menurut Sulastian Sutrisno (1985), awal sejarah sastra tulis melayu bias diruntut sejak abad ke 7M. berdasarkan penemuan prasasti bertuliskan huruf palawa peninggalan kerajaan Sriwijaya di Kedukan Bukit (683), Talang Tuwo (686). Meskipun tulisan-tulisan pada prasasti tersebut pendek-pendek, tetapi prasasti-prasasti yang merupakan benda peninggalan sejarah itu dapat disebut sebagai cikal bakal lahirnya tradisi menulis atau sebuah bahasa yang dituangkan kedalam tulisan.
Sastra tulis merupakan cirri sastra modern karena bahasa tulisan dianggap sebagai referensi peradapan masyarakat yang lebih maju. Menurut Ayu Sutarto (2004) dan Daniel Dakhidae (1996) tradisi sastra lisan menghambat bagi kemajuan bangsa. Maka, tradisi lisan harus diubah menjadi tradisi menulis. Karena budaya tulis menulis selalu berhubungan dengan kemajuan peradaban keilmuan. Pendapat ini mungki tidak keliru. Tapi, bukan berarti kita dengan begitu mengabaikan atau bahkan meninggalkan tradisi sastra lisan yang sudah mengakar dan sudah menjadi identitas cultural masing-masing suku didaerah keseluruhan Indonesia
Pada akhirnya, proses pergeseran dari tradisi sastra lisan menuju sastra tulisan tidak dapat dihindari. Karena sadar atu tidak, bagaimana punproses pertumbuhan sastra akan mengarah dan berusaha menemukan bentuk yang lebih maju dan lebih sempurna sebagaimana terjadi pada bidang yang lainya.
Karena proses perubahan seperti ini merupakan sebuah kenisc ayaan terutama dalam struktur masyarakat yang dinamis.
Belum ditemukan data yang pasti, yang menunjukan kapan tepatnya tradisi sastra tulis dimulai. Sastra tulis yang tertera dala sejarah kesusastraan Indonesia mungkin bias dikatakan dimulai sejak abad ke 20, yaitu pada periode pujangga lama. Dan kemudian mulai menunjukan wujudnya yang lebih nyata pada periode balai pustaka yang biasa disebut sebagai tonggak perkembangan sejarah kesustraan modern Indonesia. Dimana dengan lahirnya penerbit pertama di Indonesia bidang kesustraan mulai dikembangkan secara lebih terorganisir, dan pada periode berikutnya, terus berkembang lebih luas.
Jenis Kemampuan Bersastra Produktif Lisan dan Tulis
Jenis kemampuan bersastra produktif lisan
Berdasarkan bentuk dan isi, yaitu;
Bahasa rakyat seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan title kebangsawanan.
Ungkapan tradisionalseperti pribahasa, pepatah dan pemeo.
Pertanyaan tradisional seperti teka-teki.
Puisi rakyat yang terdiri dari pantun, syair, dan gurindam.
Cerita prosa, contohnya seperti mite, legenda, dan dongeng.
Nyayian rakyat.
Berdasarkan pendekatan apresiasi sastra
Pendekatan Emotif
Pendekatan emotif merupakan pendekatan yang mengarahkan pembaca untuk mampu menemukan dan menikmati nilai keindahan (estetis) dalam suatu karya tertentu (rima, irama diksi), baik dari segi bentuk maupun dari segi isi. Kaitanya dengan pendekatan emotif, Aminudin: (2004: 42) mengemukakan bahwa: “pendekatan emotif adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsure-unsur yang mengajuk emosi atau perasaan pembaca. Ajukan emosi itu berhubungan dengan keindahan penyajian bentuk maupun ajukan emosi yang berhubungan dengan isi atau gagasan yang lucu atau menarik”. Pendekatan Emotif lebih menekankan terhadap nilai keindahan yang berkaitan keindahan bentuk:
Rima
Merupakan pengindahan puisi dalam bentuk pengulangan bunyibaik awal, tengah maupun akhir.
Irama
Adalah alunan bunyi ketika membacakan kalimat demi kalimat dalam puisi.
Diksi (pilihan kata)
Mimik, adalah peniruan ekspresi raut muka.
Kinesik,yakni gerakan tubuh seperti tangan, kaki, kepala, atau yang lainnya.
Volume suara adalah tingkat keras lunaknya suara
Artikulasi adalah pengucapan kata harus jelas.
Pendekatan Didaktis
Pendekatan didaksis adalah suatu pendekatan yang berusaha mengemukakan dan memahami gagasan, tanggapan, evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Gagasan, tanggapan maupun sikap itu dalam hal ini akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun agamis sehingga akan mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.
Jenis Kemampuan Bersastra Produktif Tulis
Sastra tertulis itu terbagi atas 4 jenis yaitu: Novel, cerita/cerpen, syair, pantun dan drama.
Novel
Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif; biasanya dalam bentuk cerita.Penulis novel disebut novelis.
Cerpen
Sebuah situasi yang digambarkan singkat yang dengan cepat tiba pada tujuannya, dengan parallel pada tradisi pencitraan lisan.
Syair
Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak. Biasanya terdiri dari 4 baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair (pada pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud).
Pantun
Salah satu jenis puisi lama, lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a).
Drama
Satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh actor. Drama juga terkadang di kombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana sebuah opra.
BAB VI
PEMBAHASN II
Mengembangkan Kemampuan Bersastra Produktif Lisan dan Tulisn
Cara pengembangan kemampuan bersastra produksi lisan
Sastra produktif dibagi menjadi dua, yaitu: produktif lisan (berbicara) dan produktif tulis (mengarang/menulis). Jadi terdapat dua kemampuan yang dibutuhkan dalam membuat suatu karya sastra, yaitu kemampuan berbicara dan kemampuan mengarang. Keterampilan berbicara lebih mudah dikembangkan apabila murid-murid memperolek kesempatan untuk mengkominikasikan sesuatu secara alami kepada orang lain, dalam kesempatan yang bersifat informal. Berbagi cara dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan bersastra produktif lisan, antara lain:
Curag gagasan atau curah pendapat
Menumbuhkan daya imajinasi
Menumbuhkan minat dan kemampuan siswa dalam hal sastr
Untuk dapat mengembangkan kemampuan bersastra seseorang juga harus mengembangkan kemampuan berkomunikasi agar apa yang disampaikan mampu diterima dan dipahami oleh pendengarnya. Sehingga, untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi seseorang harus mempunyai potensi yang sekaligus sebagai keterampilan dalam komunikasi bahasa, yang dasarnya mencakup 4 hal, yaitu:
Menyimak (mendengarkan),
Membaca
Berbicara
Menulis
Keempat hal tersebut selanjutnya disebut sebagi keterampilan berbahasa yang berguna dalam mengembangkan kemampuan bersastra.
Cara pengembangan kemampuan bersastra produktif tulis
Ide-ide kreatif tentang penulisan sastra kreatif dikemukakan dengan menarik oleh Steven James. Dalam artikelnya yang berjudul Pump Up Your Creativity (2002), proses menulis karya sastra dapat dilakukan melalui beberapa cara:
Yang pertama adalah dengan Explore Your L.I.F.E atau dengan Eksplorasilah L.I.F.E.-mu!. L merupakan singkatan dari Literature. Maksudnya, proses kepenulisan harus diimbangi dengan banyak membaca karya sastra yang ada. Fungsinya tak lain adalah untuk menumbuhkan ide dan sebagai bentuk pembelajaran tentang teknik-teknik menulis dari berbagai pengarang. I merupakan singkatan dari Imagination. Maksudnya, imajinasi calon penulis harus di eksplorasi sebanyak mungkin. James menganjurkan untuk membebaskan imajinasi. F merupakan singkatan dari Folklore. Calon penulis dapat mengeksplorasi folklore atau sastra lisan yang dapat dijadikan inspirasi penulisan cerita. E merupakan singkatan dari experience atau pengalaman. Menulis bukanlah proses sekali jadi, melainkan melalui beberapa tahapan dan terkadang melewati beberapa pengalaman.
Change Your Perspective atau ubahlah persektifmu
Mengapa proses menulis kadang dihindari atau diangap sebagi suatu kegiatan yang tidak bias dilakukan oleh semua 9 orang ? Hal itu, menurut James hanya mitos belaka dan harus segera diubah perspektifnya. Menulis bukan sesuatu hal yang sulit, namun hanya membutuhkan ketelatenan dan latihan. Menulis karya sastra pun demikian.
Let Serependity Happen atau biarkan hal-hal yang tidak terduga terjadi. Jika seseorang penulis kekurangan ide dan merasa kesulitan menemukan ide, maka yang dapat dilakukan salah satunya adlah relaksasi sampai ditemukannya ide yang biasa menyambung cerita yang sementara terputus. Mengapa relaksasi itu penting ? karena,menurut James,mengkhawatirkan ketidak mampuan melanjutkan cerita secara terus-menerus bukanlah pemecahan yang baik. Berelaksasi merupakan salah satu cara yang rekreatif juga bisa dimanfaatkan sebaagai bentuk penggalian ide baru.
Set Boundaries atau membuat perangkat cerita. Perangkat cerita.
Perangkat cerita ini antara lain penentuan tema, deadline penyelesaian cerita, panjang pendek cerita, genre yang akan ditulis, dan sebaginya. Seorang penulis perlu merencanakan beberapa penentuan itu sebagai perangkat yang menjadi kemudi dari karya yang akan ditulisnya.
Look For Connections atau mencari hubungan.
Masalah kreativitas adalah masalah kemampuan untuk menggabungkan ide yang berbeda, pemikiran baru, dan mencoba mencari sesuatu hal yang baru. James menyarankan untuk berfikir secara metaforis sebagai upaya penemuan formula penyampaian cerita yang tidak biasa.
Ask Stupid Question atau tanyakanlah hal-hal yang konyol.
Mengajukan pertanyaan yang mungkin dapat dianggap konyol itu perlu untuk mengetahui: adalah hal-hal yang tertinggal dari tulisan yang telah dibuat atu apa yang ingin diketahui oleh pembaca mengenai cerita anak? Bisa saja ada hal yang sebenarnya menarik atau yang ingin anak tulis tapi tertinggal atu lupa tidak anak tuliskan. Bagaiman anak tahu jika ada hal yang kurang dari tulisan? James menyarankan untuk m,enyerahkan karya anak kepada pembaca agar ia dapat mengomentari karya yang telah anak buat.
Questions Your Direction atau tunjukan tujuan kepenulisanmu.
James menyarankan untuk menanyakan tujuan kepenulisan anak. Seorang penulis sebaliknya tidak merasa cukup puas hanya dengan karya yang telah dihasilkanya. Sebaliknya, seorang penulis perlu membuat tujuan kedepan dari proses ke penulisan yang telah dipilihnya.
Manpaat Pengembangan Kemampuan Bersastra Produktif Lisan dan Produktif Tulis
Manfaat pengembangan kemampuan bersastra produktif lisan
Setiap sastra lisan atau folklore memiliki manfaat atau kegunaan di dalam masyarakat pemiliknya. Hal inilah yang menjadikan sastra lisan diminati dan dipertahankan oleh suatu komunitas masyarakat pemiliknya. Pendapat yang khusus membicarakan manfaat sastra lisan adalah yang di kemukakan oleh Danandjaja. Mengatakan bahwa sajak rakyat bermanfaat sebagai:
Alat kendali social, (untuk hiburan),
Untuk memulai sesuatu permainan, dan,
Untuk menekan dan mengganggu orang lain.
Pendapat lainnya tentang manfaat sastra lisan menurut hutomo adalah sebagi berikut:
Sebagi system proyeksi,
Untuk pengesahan kebudayaan,
Sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial, dan sebagai alat pengendali sosial
Sebagai alat pendidikan anak,
Untuk memberikan suatu jalan yang dibenarkan oleh masyarakat agar dia dapat lebih superior daripada orang lain,
Untuk memberikan seseorang jalan yang dibenarkan masyarakat agar dia dapat mencela orang lain.
Sebagai alat untuk memproses ketidakadilan dalam masyarakat
Untuk melarikan diri dari himpitan hidup, atau dengan kata lain berfungsi sebagai hiburan semata.
Sastra lisan juga berguna untuk media pendidikan masyarakat karena didalamnya terkandung berbagai amanah dan pesan penting yang juga harus dipahami oleh masyarakat.
Pelipur lara, yakni sastra lisan berfungsi sebagai penghiburdalam masyarakat. Banyak berbagai sastra lisan yang bertema humoris dan mengandung unsur pelipur lara. Misalnya dongeng si kecil yang sangat humoris dan kental akn imajinasi.
Protes sosial, yakni sastra lisan yang berkembang juga termasuk bentuk media pada jaman yang bersangkutan untuk menyampaikan apa yang menjadi aspirasi masyarakat. Sebuah cerita bisa mewakili isi hati masyarakat.
Sindiran, yakni sebuah ungkapan yang disampaikan oleh masyarakat dalam bentuk sastra lisan, misalnya lagu rakyat, pantun rakyat dan lain sebagainya.
Dalam melihat manfaat tradisi lisan atau folklore sebaliknya dikembalikan kepada masyarakat pemiliknya. Manfaat-manfaat tersebut bisa saja hilang atau hanya tinggal manfaat tertentu. Bertahan atau tidaknya manfaat itu tergantung pada sikap suatu masyarakat atas tradisi lisan atau polklor yang lahir dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Manfaat tersebut diatas akan digunakan sesuai dengan objek kajian dalam penelitian ini. Artinya, landasan teori tersebut akan digunakan sebagai acuan yang aplikasinya sesuai dengan kondisi data.
Manfaat pengembangan kemampuan bersastra produktif tulis
Menulis memiliki peran yang sangat penting bagi manusia yang selalu dituntut untuk bersosialisasi dengan orang lain, banyak manfaat yang bisa diperoleh dari aktivitas menulis. Komaidi (2007: 12) menyebutkan beberapa manfaat dari aktivitas menulis sebagi berikut:
Kalau kita ingin menulis pasti menimbulkan rasa ingin tahu (curiocity) dan melatih kepekaan dalam melihat realitas disekitar. Kepekaan dalam melihat suatu realitas lingkungan itulah yang kadang tidak dimiliki oleh orang yang bukan penulis.
Dengan kegiatan menulis mendorong kita untuk mencari referensi seperti buku, majalah, Koran, jurnal dan sejenisnya. Dengan membaca referensi-referensi tersebut tentu kita akan semakin bertambah wawasn dan pengetahuan kita tentang apa yang akan kita tulis.
Dengan aktivitas menulis, kita terlatih untuk menyusun pemikiran dan argumen kita secara runtut, sistematis dan logis.
Dengan menulis secara psikologis akan mengurangi tingkat ketegangan dan setres kita. Segala uneg-uneg, rasa senang, atau sedih bisa ditumpahkan lewat tulisan dimana dalam tulisan orang bisa bebas menulis tanpa diganggu atu diketahui oleh orang lain.
Dengan menulis dimana hasil tulisan kita dimuat oleh media masa atau di terbitkan oleh suatu penerbit kita akan mendapatkan kepuasan batin karena tulisannya dianggap bermanfaat bagi orang lain, selain itu juga memperoleh honorarium (penghargaan) yang membantu kita secara ekonomi.
Dengan menulis dimana tulisan kita dibaca oleh banyak orang (mungkin puluhan, ratusan, ribuan, bahkan jutaan). Membuat sang penulis semakin popular dan semakin dikenal oleh pembaca.
Pendapat diatas menunjukan bahwa manfaat menulis adalah menimbulkan rasa ingin tahu, mencari referensi, aktivitas menulis, mengurangi tingkat ketegangan dan stress, dan bermanfaat bagi orang lain.Hal serupa diungkapkan oleh Hernowo (2005: 81), manfaat menulis sebagai berikut:
Mengatasi ihwal ketidak tahuan,
Mengelola kepercayaan yang mengekang dan tidak tepat,
Mengendalikan rasa takut,
Memperbaiki perasaan kurang menghargai diri sendiri,
Mengusir rasa gengsi,
Manfaat menulis yang diungkapkan Hernowo diatas yaitu mengatasi ketidak tahuan, maksudnya manfaat dari sering menulis sebagi penulis akan mengetahui letak kesalahan dari tulisan yang telah penulis tulis, mengelola kepercayaan yang mengekang dan tidak tepat, mengendalikan rasa takut, memperbaiki rasa kurang menghargai perasaan diri sendiri dan mengusir rasa gengsi. Hal yang berbeda diungkapkan Pennebaker dalam Hernowo (2005: 54), manfaat menulis sebagi berikut.
Menulis menjernihkan pikiran
Menulis mengatasi trauma
Menulis membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru.
Menulis membantu memecahkan masalah.
Menulis dengan bebas membantu ketika terpaksa harus menulis.
Manfaat menulis menurut Pennebeker adalah dengan seringnya menulis akan membuat pikiran jernih, mengatasi trauma dituangkan ke dalam tulisan, dengan menulis dapat membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru, memecahkan masalah melalui sebuah tulisan karena semua yang ada dalam pikiran dituangkan ke dalam tulisan, dan terakhir manfaat menulis secara bebas dapat membantu ketika terpaksa harus menulis.Semi (2007: 4) berpendapat bahwa manfaat menulis dapat menimbulkan rasa ingin tahu (curiocity) dan melatih kepekaan dalam melihat realitas disekitar lingkungan itulah yang kadang tidak dimiliki oleh orang yang bukan penulis. Seseorang dalam menulis memiliki rasa ingin tahu dan melatih kepekaannya terhadap lingkungan sekitar.
Pendapat lain dikemukakan oleh Laksana (2007: 10), manfaat menulis dapat menambah wawasan, melatih diri untuk berpikir lebih baik dan memelihara akal sehat, manfaat menulis dapat memberikan kekuatan lisan dan kemahiran menulis dengan gerakan lidah dan penanya. Manfaat menulis menambah wawasan kita untuk berpikir lebih baik dan memelihara akl sehat.
Menurut Syamsudin (2005: 3), Manfaat menulis dapat membuat kegiatan yang produktif dan ekspresif sehingga tata tulis, struktur bahasa, dan kosakata dapat bermanfaat bagi penulis. Manfaat menulis dapat memberikan pendapat, ide, dan pikiran melalui hasil tulisan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan menulis memiliki manfaat yang sangat luas. Selain dapat mengenali kemampuan dan potensi diri, menulis merupakan cara menyampaikan pesan berupa pengetahuan, pikiran, perasaan, dan pengalaman kita kepada orang lain.
Aktivitas Pengembangan Kemampuan Bersastra Produktif Lisan dan Tulis
Aktivitas pengembangan kemampuan bersastra produktif lisan
Kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan dapat dikembangkan melalui pengembangan kemampuan bersastra sejak dini. Siswa sudah dapat diperkenalkan pada berbagai jenis dan bentuk sastra anak melalui kegiatan mendengarkan, membaca dan menulis. Cara mengapresiasikan dan mengekspresikan sastra dapat dilakukan salah satunya melalui kegiatan melisankan hasil sastra berupa dongeng. Penyampaian isi pembelajaran bahasa melalui sastra lisan ini memungkinkan anak-anak mempelajari isi pembelajaran bahasa secara nyata atau alami, karena proses belajar mrngajar yang alami akan memudahkan siswa untuk memahami pelajaran.
Pengembangan sastra lisan ini salah satunya dapat melalui tehnik, cara atau metode bercerita atau mendoneng. Hasil penelitian Culinan (1998: 10) memperlihatkan bahwa menyimak dan membacakan sebuah cerita yang baik dan bagus dapat mengembangkan kosa kata, mempertajam kepekaan terhadap bahasa dan memperhalus laras gaya bahasa lisan.
Selain itu dalam pendidikan formal yaitu selama dalam kegiatan belajar disekolah yang dapat guru lakukan untuk menciptakan berbagai lapangan pengalaman yang memungkinkan murid-murid mengembangkan kemampuan bersastra produktif lisan. Kegiatan-kegiatan untuk melatih keterampilan berbicara siswa itu antara lain:
Menyajikan informasi
Salah satu bentuk kegiatan penyajian informasi adalah dengan berpidato. Tujuan kegiatan ini untuk menolong anak-anak : mengembangkan rasa percaya diri dalam berbicara dengan orang lain, belajar menyusun, dan menyajikan suatu pembicaraan, dan mempelajari cara yang terbaik untuk berbicara dihadapan sejumlah pendengar.
Berpartisipasi dalam diskusi
Diskusi kelompok merupakan tehnik yang paling sering digunakan sebagai teknik pengembangan bahasa lisan yang menuntut kemampuan murid untuk membuat generalisasi dan mengajukan pendapat mengenai suatu topic atau permasalahan.
Berbicara untuk menghibur dan menyajikan pertunjukan
Murid dapat menyajikan pertunjukan untuk teman,teman sekelas,teman dikelas lain, dan anggota masyarakat sekitar gedung sekolah. Mereka bisa menyajikan sandiwara boneka, bercerita atau membaca puisi secara kor atau berpartisipasi dalam pementasan drama.
Aktivitas Pengembangan Kemampuan Bersastra Produktif Tulis
Mencontoh huruf atau kalimat pendek
Anak dapat mulai dapat mulai menggunakan huruf-huruf yang dikenalnya dalam menamakan suatu benda, dan menulis kata-kata yang pernah dipelajari atau pernah terekam dalam memori.
Menuliskan pengalaman pribadi
Didalam pengembangan ini anak dilatih untuk yang mereka alami dan ini dituangkan dalam bentuk tulisan.
Membuat puisi
Anak dapat mengekspresikan perasaan yang dituangkan kedalam bentuk puisi dengan kata lain anak di latih untuk dapat mengarang menggunakan kata-kata.
Membuat cerpen
Melatih anak untuk dapat berimajinasi secara luas dan dituangkan dalam bentuk cerita.
BAB VII
PENUTUP
KESIMPULAN
Kemampuan bersastra produktif adalah kemampuan untuk menghasilkan sutu jenis karya sastra yang ditunjukan untuk untuk menyampaikan hasil pikiran, ide-ide, dan penalarannya kepada orang lain. Kemampuan bersastra produktif dibagi menjadi dua,yaitu kemampuan bersastra produktif lisan (berbicara) dan kemampuan bersastra produktif tulis (menulis).
Kemampuan bersastra produktif lisan yaitu suatu aktifitas seseorang mampu menghasilkan karya sastra dalam bentuk lisan (berbicara) dengan target menghidupkan teks dengan muatan emosi dan karakter lebih berkenaan dengan aktivitas kreatif (berkesenian). Sedangkan yang dimaksud dengan kemampuan bersastra produktif tulis adalah suatu aktifitas dimana seseorang mampu menghasilkan suatu karya sastra dalam bentuk tulisan (literal).
Jenis kemampuan bersastra produktif lisan dapat di golongkan berdasarkan bentuk isi dan Berdasarkan Pendekatan Apresiasi Sastra. Sedangkan Jenis Kemampuan Bersastra Produktif Tulis berdasarkan bentuk dan isinya terbagi atas 4 jenis yakni novel, cerita/cerpen,Syair, pantun dan drama.
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan bersastra produktif lisan yaitu, Curah gagasan atau curah pendapat, Menumbuhkan daya imajinasi, Menumbuhkan minat dan kemampuan siswa dalam hal sastra. Cara pengembangan kemampuan bersastra produktif tulis yaitu ada 7.
Manfaat pengembangan kemampuan bersastra produktif lisan menurut Danandjaja, Hutomo dan Masyarakat. Manfaat pengembangan kemampuan bersastra produktif tulis menurut Komaidi, Hernowo, Pennebaker, Semi, Laksana dan Syamsudin.
Aktivitas pengembangan kemampuan bersastra produktif lisan yaitu: bisa mendengarkan, membaca, dan menulis dongeng ataupun karya sastra lainya, berpidato, berdiskusi, dan mereka juga bisa menyajikan sandiwara boneka, bercerita atau membaca puisi secara kor atu berpartisipasi dalam pementasan drama. Aktivitas pengembangan kemampuan bersastra produktif tulis. Mencotoh huruf atau membuat kalimat pendek, menulis pengalaman pribadi, membuat puisi dan membuat cerpen.
SARAN
Dari makalah ini, dapat diambil beberapa saran untuk mendukung pengembangan kemampuan bersastra produktif, diantaranya : Peran guru sekolah dasar di kelas-kelas tinggi sekolah dasar dalam meningkatkan kemampuan bersastra produktif lisan dan tulis ( berbicara dan menulis )ialah memberikan kesempatan kepada murid-murid untuk saling menyampaikan pendapatnya secara lisan.
Guru perlu memberikan dorongan kepada anak untuk mengemukakan pandangan dan pendapatnya. Kebiasaan untuk memperhatikan, memahami, dan menggapai secara kritis pembicaraan orang lain perlu dikembangkan. Demikian pula anak-anak perlu diarahkan untuk dapat menyampaikan kritis yang konstruktif secara sopan, dan menerima kritik secara terbuka. Untuk itu guru perlu memberikan teladan sebagai pembicara yang efektif penulis yang kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
http:aan-
Kurniati.blogspot.com/2012/04/tugas-apresiasi-prosa-fiksi.html (19 juni 2012)
http://abdurrosyid.wordpress.com/2009/07/29/unsur-unsur-intrinsik-dalam-prosa/itu (19 juni 2012)
Aminudin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung. Sinar baru
Aminudin.2000. Pengantar Apresiasi karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Anwar,Chairil. 1987. Derai Dera Cemara. Jakarta: PT Dian Rakyat.
Drs. Haryadi,M.Pd. 1996. Peningkatan Keterampilan Berbahasa. Departemen. Pendidikan dan Kebudayaan.
Endraswara, SUWARDI. 2003. Membaca, Menulis, Mengajar sastra. Sastra berbaris Kompetensi. Yogyakarta: Kota Kembang.
Rofi’uddin Ahmad, Darmiyati Zuhdi. 1998. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Indonesia: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
http:// syafar89.wordpress.com/2011/04/18/perbedaan-sastra-lisan-dan-sastra-tulis.
Thursday, 19 October 2017
MAKALAH Perkembangan prosa fiksi dan Ekspresi prosa fiksi
Prosa
Tags: @Yusa_Ac
Prosa
nama lengkap: Usa Adicahya, panggil saja Yusa atau Adi. lahir di suatu kampung yaitu Cisigung Des/Kec. Cigemblong, Lebaak-Banten
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment